Tema : Penggunaan Pangan
Alternatif untuk Bahan Energi
Judul : Keajaiban dari Negeri Agraris
Tentu
sudah kita ketahui, bahan bakar minyak (BBM)
mengambil porsi yang cukup besar dalam kebutuhan energi nasional. Karena tidak
bisa dipungkiri bahwa kegiatan manusia tidaklah jauh dari kegiatan yang
memerlukan energi BBM, seperti memasak, berkendara sepeda motor atau mobil,
hingga produksi barang dalam industri. Karena BBM itu berasal dari fosil, maka
pastilah penggunaannya terbatas. Jika penggunaan BBM dari fosil terus dilakukan
secara berkelanjutan maka akan memunculkan paling sedikit dua ancaman serius
yakni, pertama, faktor ekonomi berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil
untuk beberapa dekade mendatang dan masalah harga, kedua, menghasilkan polusi
akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang
ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun
tidak langsung kepada kesehatan manusia.Polusi langsung bisa berupa gas-gas
berbahaya, seperti CO, NO, SO2.
Bahkan beberapa tahun terakhir pasokan BBM sangat minim, jika
adapasti harganya sangatlah mahal.Hal ini tidak jarang sulitnya jangkauan bagi
kaum menengah kebawah.Hingga pemerintah menyediakan pasokan BBM bersubsidi dan
keberadaan minyak tanah yang semakin langkapun mulai tergantikan oleh gas
elpiji.Namun disisi lain tentu kita tak boleh bergantung pada bahan bakar
tersebut, karena pasti lama kelamaan akan termakan usia dan habis. Maka dari
itu, kita haruslah mempunyai jalan tengah dari permasalahan di atas.Salah
satunya adalah dengan memproduksi bahan bakar alternatif.
Di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Brazil,
Rusia dan Jepang sudah memulai aksi pencampuran atau penggantian bahan bakar
bensin dengan etanol.Dalam hal ini yang sedang marak diproduksi adalah
bioetanol yaitu bahan bakar pengganti yang berasal dari makhluk hidup.Sehingga
polusi yang dihasilkanpun ramah lingkungan dan ketersediaannya tidak terlalu
dikhawatirkan karena bahannya berasal dari makhluk hidup yang tentunya dapat
diperbaharui.Dan juga, dengan menggunakan bioetanol ini pengguna dapat
menghemat biaya karena memiliki perbandingan 1 liternya sama dengan 9 liter
minyak tanah, pembuatannya pun sangat sederhana sehingga dapat diproduksi
masyarakat secara luas. Produksi bioetanol biasanya berasal dari tanaman yang
memiliki kandungan karbohidrat atau gula yang tinggi.Seperti tebu, gandum,
jagung, singkong, kentang dan gembili.Dewasa ini, bahan yang memiliki kandungan
selulosa seperti jerami dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang
selanjutnya dapat difermentasi menjadi etanol.Namun keberadaannya masih belum
diketahui orang banyak.Sehingga bioetanol yang sering diproduksi adalah yang
memiliki kandungan gula.Dari beberapa bahan makanan yang memiliki kandungan
gula tinggi diatas adalah gembili.
Gembili
(Dioscorea esculenta) merupakan salah satu spesies tanaman yang mempunyai
umbi dan termasuk dalam genus Dioscorea atau umbi-umbian.Genus ini memiliki ±
600 spesies, delapan diantaranya dapat menghasilkan umbi yang dapat
dimakan.Satu diantara kedelapan spesies tersebut adalah gembili.Nama Lokal gembili adalah ubi aung (Jawa
Barat), ubi gembili (Jawa Tengah), kombili (Ambon).Bentuk umbi gembili pada
umumnya bulat sampai lonjong, tetapi ada juga bentuk bercabang atau
lobar.Permukaan umbi licin, warna kulit umbi krem sampai coklat muda, warna
korteks kuning kehijauan dan warna daging umbi putih bening sampai putih keruh.
Umbi gembili berdiameter sekitar 4 cm, panjang 4 cm sampai 10 cm dengan bentuk
bulat atau lonjong. Tebal kulit umbi sekitar 0,04 cm. Kulit umbi mudah dikupas
karena cukup tipis seperti kentang. Berat umbi sekitar 100 – 200 gram.
Klasifikasi
Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta
(Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta
(Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Liliopsida (berkeping satu atau monokotil)
Sub Kelas : Liliidae
Ordo : Liliales
Spesies : Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill
Tanaman
gembili dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia.Tanaman
ini diperkirakan berasal dari daratan Indo-Cina.Di negara tropis basah, gembili
bersama dengan ubi kayu atau singkong menjadi makanan berkarbohidrat dari
berjuta penduduk.
Komponen kimia terbesar pada gembili adalah amilosa dan
amilopektin. Juga mengandung gula dan fruktosa sehingga manis rasanya. Protein
gembili mengandung asam amino sulfur (metionin dan sistin) yang rendah.Demikian
juga asam amino lisin dan tirosin serta thriptopan hanya dalam jumlah rendah.
Gembili mempunyai rendemen
tepung umbi dan tepung pati tertinggi (24,28% dan 21,44%) dibanding umbi-umbi
lain. Dengan demikian ditinjau dari hasil rendemennya gembili sangat berpotensi
untuk dikembangkan menjadi tepung maupun pati.
Gembili merupakan potensi sumber karbohidrat, protein, rendah lemak, kalsium,
fosfor, potasium, zat besi, serat makanan, vitamin B6 dan C.Gembili dan telah menjadi sumber bahan pangan sekunder
yang penting dibeberapa negara tropis. Di Afrika Selatan gembili selain
digunakan sebagai bahan pangan juga dijadikan bahan baku pembuatan alkohol. Penduduk
Indonesia memanfaatkan gembili sebagai bahan pangan pada saat terjadi krisis
pangan pada masa penjajahan Jepang dan masa paceklik.Gembili ditanam sebagai
tanaman pekarangan, namun karena tumbuh duri di sekeliling umbi maka tanaman
ini tidak dipelihara.Kurangnya pengetahuan pengolahan gembili mengakibatkan
gembili bukan menjadi bahan komoditi meskipun dalam musim-musim tertentu banyak
dijual di pasar tradisional.
Gembili biasanya ditanam dalam jumlah
terbatas, meskipun penduduk sangat menyukainya.Hal ini disebabkan ketersediaan
bibit terbatas dan umur panennya agak lama, yaitu 7−9 bulan.Tanaman gembili
tersebar di beberapa wilayah Papua, terutama di Merauke. Suku Kanum di Merauke
sebagai salah satu sub suku Marind yang mendiami Taman Nasional Wasur mengkonsumsi
gembili secara turun-temurun sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik
atau belum memasuki masa panen gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu dan
sebagai pangan alternatifnya adalah sagu dan pisang.
Sistem
budidayanya bergantung pada jenis gembili yang ditanam. Umumnya gembili
dibudidayakan dengan menggunakan tajar dari bambu dengan tinggi 2,50−4
meter.Budidaya gembili dilakukan seperti halnya budidaya ubi jalar,yakni di
atas guludan.Benihnya berupa umbi yang ukurannya sedang atau kecil.Benih ini
merupakan hasil panen yang baru saja dilakukan. Biasanya petani akan menyimpan
umbi ini di tempat yang sejuk dan terhindar dari panas matahari langsung.
Menjelang musim penghujan, biasanya umbi gembili ini akan mulai memunculkan
tunas. Pada waktu hujan turun dan guludan sudah siap, umbipun bisa segera
ditanam.Cara penanamannya dengan menugal puncak guludan hingga membentuk
lubang.Ke dalam lubang inilah dimasukkan benih berupa umbi yang telah
menampakkan tunas.Lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah. Dalam waktuantara 7 sampai 10 hari, tanaman gembili akan
menyembul dari lubang tanam. Pada saat itulah petani telah menyiapkan ajir
berupa belahan bambu atau ranting-ranting kayu sepanjang 3 meter. Biasanya ajir
ini dipasang miring ke arah samping hingga bersama ajir pada guludan di
sebelahnya, akan membentuk segitiga.
Tidak berkembangnya budidaya
komoditas gembili, mungkin disebabkan oleh panjangnya umur tanaman.Jika
penanaman dilakukan pada bulan November, maka gembili baru bisa dipanen pada
bulan Juni atau Juli tahun berikutnya. Hingga umur panennya sama dengan
singkong. Padahal biaya budidaya gembili lebih tinggi dari singkong mengingat
adanya persyaratan guludan, biaya benih berupa umbi (singkong hanya potongan batang)
dan biaya untuk ajir juga relatif tinggi.Gembili juga tidak menghasilkan limbah
yang bisa dimafaatkan oleh petani.Hingga hasil penanaman gembili hanya berupa
umbi konsumsi tadi.Biasanya panen dilakukan pada saat tanaman gembili sudah
mulai tampak menguning dan mengering. Gembili yang tumbuh dihutan jati atau di
kebun rakyat malah baru bisa dipanen setelah tanamannya mengering sama sekali
dan tidak tampak bekas-bekasnya.
Untuk menjamin keberlanjutan konsumsi, gembili
yang dipanen disimpan di suatu tempat dalam rumah kecil yang diberi namaketer
meng. Rumah kecil tersebut terbuat dari bambu dan beratapkan kulit kayu bus
(Melaleuca sp.) agar gembili terhindar dari sinar matahari langsung.
Yang selanjutnya dapat diolah sebagai bahan pangan atau sebagai bioetanol
dengan mengubahnya menjadi alkohol melalui proses
fermentasi. Pembuatan alkohol dari bahan ini harus dilakukan melalui proses
sakarifikasi secara biologi. Proses itu dilakukan dengan menambahkan ragi tape
pada substrat. Tahapan tersebut untuk mendapatkan bahan alkohol dari gembili.
Adapun proses penelitian ada beberapa tahap yakni, pertama, gembili dikupas,
lalu dicuci bersih. Selanjutnya, gembili tersebut dikukus sampai matang.Gembili
tadi lantas ditiriskan dan dibiarkan dalam udara terbuka.
Setelah
dingin, gembili dimasukkan ke dalam toples dan ditaburi ragi secara
merata.Lalu, toples tersebut ditutup rapat selama 2-3 hari dalam keadaan
anaerob (hampa udara atau tanpa ada oksigen).Berikutnya gembili yang telah
difermentasikan dihaluskan dengan blender.Setelah halus,umbi tersebut disaring
dan diambil sarinya.Selanjutnya, sari tersebut didistilasi sampai menghasilkan
etanol.Akhirnya etanol gembili siap dipakai.
Tentunya
kegunaan gembili tidak sampai disitu saja, beberapa kegunaan gembili yang lain
diantaranya :
1. Gembili
dapat ditingkatkan produksinya dengan memanfaatkan
tepung dan pati gembili sebagai bahan substitusi dalam pembuatan produk olahan
seperti kue, mi instan, keripik, getuk dan lain-lain.
2. Seratnya halus dan mudah dicerna sehingga banyak
digunakan dalam menu penderita penyakit pencernaan.
3.
Parutan
kasar umbinya digunakan sebagai tapel untuk obat pembengkakan, khususnya di
kerongkongan.
4.
Daun
gembili yang mengering dapat menjadi pupuk hijau dan juga dapat dijadikan media
tanam untuk tanaman wijayakusuma, pakis, begonia, anggrek atau tanaman rimpang
seperti jahe, lengkuas.
Pada masa ini, gembili kurang
dikenal dan sudah jarang ditemukan maka diharapkan ada pameran atau semacam
kegiatan untuk mengenalkan berbagai manfaat atau produk-produk yang dapat
digunakan masyarakat sebagai salah satu bahan pangan dan juga
sebagai bioetanol.Terutama jika bangsa Indonesia mulai beralih pada sumber
energi alternatif, khususnya gembili sebagai bioetanol, maka gembili dibutuhkan
dalam jumlah yang cukup besar sehingga budidayanya harus sangat diperhatikan.