Rabu, 19 Maret 2014

Esai tentang Penggunaan Pangan Alternatif untuk Bahan Energi

Tema   :    Penggunaan Pangan Alternatif untuk Bahan Energi
Judul    :    Keajaiban dari Negeri Agraris
Tentu sudah kita ketahui, bahan bakar minyak (BBM) mengambil porsi yang cukup besar dalam kebutuhan energi nasional. Karena tidak bisa dipungkiri bahwa kegiatan manusia tidaklah jauh dari kegiatan yang memerlukan energi BBM, seperti memasak, berkendara sepeda motor atau mobil, hingga produksi barang dalam industri. Karena BBM itu berasal dari fosil, maka pastilah penggunaannya terbatas. Jika penggunaan BBM dari fosil terus dilakukan secara berkelanjutan maka akan memunculkan paling sedikit dua ancaman serius yakni, pertama, faktor ekonomi berupa jaminan ketersediaan bahan bakar fosil untuk beberapa dekade mendatang dan masalah harga, kedua, menghasilkan polusi akibat emisi pembakaran bahan bakar fosil ke lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh pembakaran bahan bakar fosil memiliki dampak langsung maupun tidak langsung kepada kesehatan manusia.Polusi langsung bisa berupa gas-gas berbahaya, seperti CO, NO, SO2.
Bahkan beberapa tahun terakhir pasokan BBM sangat minim, jika adapasti harganya sangatlah mahal.Hal ini tidak jarang sulitnya jangkauan bagi kaum menengah kebawah.Hingga pemerintah menyediakan pasokan BBM bersubsidi dan keberadaan minyak tanah yang semakin langkapun mulai tergantikan oleh gas elpiji.Namun disisi lain tentu kita tak boleh bergantung pada bahan bakar tersebut, karena pasti lama kelamaan akan termakan usia dan habis. Maka dari itu, kita haruslah mempunyai jalan tengah dari permasalahan di atas.Salah satunya adalah dengan memproduksi bahan bakar alternatif.
Di negara-negara lain, seperti Amerika Serikat, Brazil, Rusia dan Jepang sudah memulai aksi pencampuran atau penggantian bahan bakar bensin dengan etanol.Dalam hal ini yang sedang marak diproduksi adalah bioetanol yaitu bahan bakar pengganti yang berasal dari makhluk hidup.Sehingga polusi yang dihasilkanpun ramah lingkungan dan ketersediaannya tidak terlalu dikhawatirkan karena bahannya berasal dari makhluk hidup yang tentunya dapat diperbaharui.Dan juga, dengan menggunakan bioetanol ini pengguna dapat menghemat biaya karena memiliki perbandingan 1 liternya sama dengan 9 liter minyak tanah, pembuatannya pun sangat sederhana sehingga dapat diproduksi masyarakat secara luas. Produksi bioetanol biasanya berasal dari tanaman yang memiliki kandungan karbohidrat atau gula yang tinggi.Seperti tebu, gandum, jagung, singkong, kentang dan gembili.Dewasa ini, bahan yang memiliki kandungan selulosa seperti jerami dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat difermentasi menjadi etanol.Namun keberadaannya masih belum diketahui orang banyak.Sehingga bioetanol yang sering diproduksi adalah yang memiliki kandungan gula.Dari beberapa bahan makanan yang memiliki kandungan gula tinggi diatas adalah gembili.
Gembili (Dioscorea esculenta) merupakan salah satu spesies tanaman yang mempunyai umbi dan termasuk dalam genus Dioscorea atau umbi-umbian.Genus ini memiliki ± 600 spesies, delapan diantaranya dapat menghasilkan umbi yang dapat dimakan.Satu diantara kedelapan spesies tersebut adalah gembili.Nama Lokal gembili adalah ubi aung (Jawa Barat), ubi gembili (Jawa Tengah), kombili (Ambon).Bentuk umbi gembili pada umumnya bulat sampai lonjong, tetapi ada juga bentuk bercabang atau lobar.Permukaan umbi licin, warna kulit umbi krem sampai coklat muda, warna korteks kuning kehijauan dan warna daging umbi putih bening sampai putih keruh. Umbi gembili berdiameter sekitar 4 cm, panjang 4 cm sampai 10 cm dengan bentuk bulat atau lonjong. Tebal kulit umbi sekitar 0,04 cm. Kulit umbi mudah dikupas karena cukup tipis seperti kentang. Berat umbi sekitar 100 – 200 gram.
Klasifikasi
Kingdom           :     Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom      :     Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi      :     Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi                :     Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas                 :     Liliopsida (berkeping satu atau monokotil)
Sub Kelas          :     Liliidae
Ordo                 :     Liliales
Famili                :     Dioscoreaceae 
Genus               :     Dioscorea
Gembili-Dioscorea-esculanta-150x150.jpgSpesies              :     Dioscorea esculenta (Lour.) Burkill




Tanaman gembili dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia.Tanaman ini diperkirakan berasal dari daratan Indo-Cina.Di negara tropis basah, gembili bersama dengan ubi kayu atau singkong menjadi makanan berkarbohidrat dari berjuta penduduk.
Komponen kimia terbesar pada gembili adalah amilosa dan amilopektin. Juga mengandung gula dan fruktosa sehingga manis rasanya. Protein gembili mengandung asam amino sulfur (metionin dan sistin) yang rendah.Demikian juga asam amino lisin dan tirosin serta thriptopan hanya dalam jumlah rendah.
Gembili mempunyai rendemen tepung umbi dan tepung pati tertinggi (24,28% dan 21,44%) dibanding umbi-umbi lain. Dengan demikian ditinjau dari hasil rendemennya gembili sangat berpotensi untuk dikembangkan menjadi tepung maupun pati. Gembili merupakan potensi sumber karbohidrat, protein, rendah lemak, kalsium, fosfor, potasium, zat besi, serat makanan, vitamin B6 dan C.Gembili dan telah menjadi sumber bahan pangan sekunder yang penting dibeberapa negara tropis. Di Afrika Selatan gembili selain digunakan sebagai bahan pangan juga dijadikan bahan baku pembuatan alkohol. Penduduk Indonesia memanfaatkan gembili sebagai bahan pangan pada saat terjadi krisis pangan pada masa penjajahan Jepang dan masa paceklik.Gembili ditanam sebagai tanaman pekarangan, namun karena tumbuh duri di sekeliling umbi maka tanaman ini tidak dipelihara.Kurangnya pengetahuan pengolahan gembili mengakibatkan gembili bukan menjadi bahan komoditi meskipun dalam musim-musim tertentu banyak dijual di pasar tradisional.
Gembili biasanya ditanam dalam jumlah terbatas, meskipun penduduk sangat menyukainya.Hal ini disebabkan ketersediaan bibit terbatas dan umur panennya agak lama, yaitu 7−9 bulan.Tanaman gembili tersebar di beberapa wilayah Papua, terutama di Merauke. Suku Kanum di Merauke sebagai salah satu sub suku Marind yang mendiami Taman Nasional Wasur mengkonsumsi gembili secara turun-temurun sebagai makanan pokok. Namun saat musim paceklik atau belum memasuki masa panen gembili, penduduk melakukan kegiatan berburu dan sebagai pangan alternatifnya adalah sagu dan pisang.
Sistem budidayanya bergantung pada jenis gembili yang ditanam. Umumnya gembili dibudidayakan dengan menggunakan tajar dari bambu dengan tinggi 2,50−4 meter.Budidaya gembili dilakukan seperti halnya budidaya ubi jalar,yakni di atas guludan.Benihnya berupa umbi yang ukurannya sedang atau kecil.Benih ini merupakan hasil panen yang baru saja dilakukan. Biasanya petani akan menyimpan umbi ini di tempat yang sejuk dan terhindar dari panas matahari langsung.  Menjelang musim penghujan, biasanya umbi gembili ini akan mulai memunculkan tunas. Pada waktu hujan turun dan guludan sudah siap, umbipun bisa segera ditanam.Cara penanamannya dengan menugal puncak guludan hingga membentuk lubang.Ke dalam lubang inilah dimasukkan benih berupa umbi yang telah menampakkan tunas.Lubang tanam kemudian ditutup dengan tanah. Dalam waktuantara  7 sampai 10 hari, tanaman gembili akan menyembul dari lubang tanam. Pada saat itulah petani telah menyiapkan ajir berupa belahan bambu atau ranting-ranting kayu sepanjang 3 meter. Biasanya ajir ini dipasang miring ke arah samping hingga bersama ajir pada guludan di sebelahnya, akan membentuk segitiga. 
Tidak berkembangnya budidaya komoditas gembili, mungkin disebabkan oleh panjangnya umur tanaman.Jika penanaman dilakukan pada bulan November, maka gembili baru bisa dipanen pada bulan Juni atau Juli tahun berikutnya. Hingga umur panennya sama dengan singkong. Padahal biaya budidaya gembili lebih tinggi dari singkong mengingat adanya persyaratan guludan, biaya benih berupa umbi (singkong hanya potongan batang) dan biaya untuk ajir juga relatif tinggi.Gembili juga tidak menghasilkan limbah yang bisa dimafaatkan oleh petani.Hingga hasil penanaman gembili hanya berupa umbi konsumsi tadi.Biasanya panen dilakukan pada saat tanaman gembili sudah mulai tampak menguning dan mengering. Gembili yang tumbuh dihutan jati atau di kebun rakyat malah baru bisa dipanen setelah tanamannya mengering sama sekali dan tidak tampak bekas-bekasnya.
Untuk menjamin keberlanjutan konsumsi, gembili yang dipanen disimpan di suatu tempat dalam rumah kecil yang diberi namaketer meng. Rumah kecil tersebut terbuat dari bambu dan beratapkan kulit kayu bus (Melaleuca sp.) agar gembili terhindar dari sinar matahari langsung. Yang selanjutnya dapat diolah sebagai bahan pangan atau sebagai bioetanol dengan mengubahnya menjadi alkohol melalui proses fermentasi. Pembuatan alkohol dari bahan ini harus dilakukan melalui proses sakarifikasi secara biologi. Proses itu dilakukan dengan menambahkan ragi tape pada substrat. Tahapan tersebut untuk mendapatkan bahan alkohol dari gembili. Adapun proses penelitian ada beberapa tahap yakni, pertama, gembili dikupas, lalu dicuci bersih. Selanjutnya, gembili tersebut dikukus sampai matang.Gembili tadi lantas ditiriskan dan dibiarkan dalam udara terbuka.
Setelah dingin, gembili dimasukkan ke dalam toples dan ditaburi ragi secara merata.Lalu, toples tersebut ditutup rapat selama 2-3 hari dalam keadaan anaerob (hampa udara atau tanpa ada oksigen).Berikutnya gembili yang telah difermentasikan dihaluskan dengan blender.Setelah halus,umbi tersebut disaring dan diambil sarinya.Selanjutnya, sari tersebut didistilasi sampai menghasilkan etanol.Akhirnya etanol gembili siap dipakai.
Tentunya kegunaan gembili tidak sampai disitu saja, beberapa kegunaan gembili yang lain diantaranya :
1.      Gembili dapat ditingkatkan produksinya dengan memanfaatkan tepung dan pati gembili sebagai bahan substitusi dalam pembuatan produk olahan seperti kue, mi instan, keripik, getuk dan lain-lain.
2.      Seratnya halus dan mudah dicerna sehingga banyak digunakan dalam menu penderita penyakit pencernaan.
3.      Parutan kasar umbinya digunakan sebagai tapel untuk obat pembengkakan, khususnya di kerongkongan.
4.      Daun gembili yang mengering dapat menjadi pupuk hijau dan juga dapat dijadikan media tanam untuk tanaman wijayakusuma, pakis, begonia, anggrek atau tanaman rimpang seperti jahe, lengkuas.

Pada masa ini, gembili kurang dikenal dan sudah jarang ditemukan maka diharapkan ada pameran atau semacam kegiatan untuk mengenalkan berbagai manfaat atau produk-produk yang dapat digunakan masyarakat sebagai salah satu bahan pangan dan juga sebagai bioetanol.Terutama jika bangsa Indonesia mulai beralih pada sumber energi alternatif, khususnya gembili sebagai bioetanol, maka gembili dibutuhkan dalam jumlah yang cukup besar sehingga budidayanya harus sangat diperhatikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar