Kamis, 03 Juli 2014

Cerpen

Part 3
Aku benar-benar lemah tak memiliki keberanian untuk mencegahnya, akhirnya aku kehilangan dia tanpa pernah sedikitpun aku menumpahkan isi hatiku tentangnya. Aku kembali menjalani hari dengan sangat normal.
Seiring waktu bergulir aku tetap nyaman dengan kesendirianku, berharap cinta pertamaku menyambut kembali. Kini aku tak lagi menjadi karyawan di perusahan tempat aku bekerja dahulu, aku memiliki restaurant yang bergerak dibidang kuliner yang bermula dari usaha cathering kecil-kecilan. Bisa dibilang aku cukup sukses dalam usaha yang aku geluti ini, karena sampai saat ini aku telah membiayai dua orang adikku berkuliah sampai mereka wisuda dan memberangkatkan orang tuaku naik haji. Aku bangga dengan kesusuksesan yang telah kugenggam. Namun, rasanya ada yang kurang, ya, hati ini masih terkunci untuk orang lain, entah sampai kapan aku akan merelakan cinta pertamaku.
Pagi ini seperti biasa aku sedang mengecek kesiapan alat dan bahan serta para koki. Dan handphoneku mulai bergetar, siapa ya yang menelfon pagi-pagi seperti ini ? gumamku dalam hati. Rupanya ada yang memesan meja untuk nanti siang. Tapi kurasa aku mengenali suara itu, suaranya begitu hangat dan mendamaikan jiwa ini. Siangnya pelanggan yang memesan meja itu datang, tapi ternyata aku belum pernah melihatnya. Ah mungkin hanya perasaanku saja, pikirku.
Tapi ternyata takdir memang mempertemukan kami. Tak lama pelanggan di meja 7 itu melambaikan tangannya kepada seorang lelaki, oh Tuhan, lelaki itu, aku sangat mengenalinya. Rio datang ! Rasanya aku bisa kembali bernapas  dengan normal. Meskipun gaya rambut dan berpakaiannya berbeda, Rio tetaplah Rio yang dapat membuat jantung ini copot. Dilihat dari pakaiannya kini Rio sudah sukses, aku ingin tahu lelaki seperti apa dia sekarang, masih samakah dengan Rio yang dulu. Oke fix, aku akan menemui Rio setelah acaranya selesai, aku bergumam sendiri sembari senyum-senyum.

Dan ... ternyata seusai acaranya selesai ketika aku akan menghampiri Rio, sosok wanita disebelahnya tiba-tiba menyenderkan kepalanya pada bahu Rio. Sontak aku kaget, siapa wanita itu. Dia begitu manja dan Rio pun menanggapi kemanjaannya. Otakku berfikir keras, apa dia pacarnya atau malah istrinya ? Oke, ayolah Diana kamu harus berfikir jernih,  umur Rio itu terbilang sudah cukup untuk menikah, pasti wanita itu adalah istrinya. Lalu bagaimana denganku, apa aku harus benar-benar membuang cinta pertamaku ? Rasanya hati ini tak pantas untuk mencintainya lagi. [Bersambung]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar